Orang yang tuli sejak lahir, biasanya juga bisu. Ia hidup di dunianya sendiri, dan tidak rendah diri oleh karenanya. Namun, orang yang pernah mendengar, lalu mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia tuli, pasti lebih susah menerima kenyataan ini. Inilah mungkin yang dihadapi oleh orang tuli ini (ay. 32). Gagapnya itu mungkin disebabkan tiba-tiba ia tidak bisa mendengar. Kita bisa membayangkan betapa orang ini merasa rendah diri karena gagapnya tersebut.
Yesus peduli kepada orang tersebut. Ia peka dengan perasaannya, maka Ia lebih dahulu memisahkannya dari orang banyak. Yesus tidak langsung berkata-kata menyembuhkan ketuliannya, sebaliknya Ia melakukan gerakan yang bisa dipahami oleh si tuli tersebut (ay. 33). Baru setelah itu dengan helaan nafas penuh kasih, Ia memerintahkan agar telinga yang tuli tersebut menjadi terbuka untuk mendengar (ay. 34). Segera orang tersebut bisa berkata-kata dengan lancar (ay. 35), menunjukkan bahwa ia sebelumnya pernah berbicara.
Kita perlu memiliki kepedulian dan kepekaan seperti yang Yesus tunjukkan. Jangan malah mengolok-olok atau mengucilkan mereka yang memiliki keterbatasan baik secara fisik, maupun mental. Terimalah mereka sebagai orangorang yang dikasihi Allah. Tunjukkan kasih Yesus kepada mereka melalui kepedulian dan kepekaanmu.